“AWALUDDIN MA’RIFATULLAH” Artinya : Awal Agama
mengenal Allah.
Maka sebelum
mengenal Allah terlebih dahulu kita diwajibkan mengenal diri, setelah mengenal
diri, terkenallah kepada Allah, bilamana sudah mengenal Allah, Fanalah diri
kita atau tidak ada mempunyai diri lagi, pada hakikatnya hanya Allah.
Selanjutnya terlebih dahulu kita mengenal diri, bilamana tidak mengenal asalnya
kejadian
diri, maka tidaklah sempurna Ilmu yang kita pelajari.
Seperti kata ABDULLAH IBNU ABBAS. R. A :
“Ya
Rasulullah, apakah yang pertama dijadikan Allah Ta’ala?"
Nabi SAW
bersabda :
“INNALLAHA
KHALAKA KABLAL ASY YAA INNUR NABIYIKA MINNUIHI”
artinya
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikan terlebih dahulu ialah Nur Nabi
Muhammad SAW yang dijadikan dari pada Zat Allah”.
SYECH ABDUL
ASYSYAHRANI RAHIMA HULLAH ALIHI berkata :
“INNALLAHA KHALAKA RUHUN NABI SAW
MIN ZATIHI WAKHALAKAL ‘ALAMI MINNURI MUHAMMAD SAW.”
Artinya
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan Roh Nabi Muhammad
dari pada
Zat Allah, dan sekalian Alam ini dijadikan dari pada
Nur Muhammad
SAW serta Nabi Adam dan diri kita atau tubuh kita”.
Nabi
Bersabda : “ANA ABUL ARWAH, WA ADAMU ABUL BASYARU”
Artinya :
“Aku Bapak segala Roh dan Nabi Adam Bapak sekalian Tubuh Manusia
tetapi Nabi
Adam dijadikan dari pada tanah".
Allah
berfirman : “KHALAKAL INSANA MINTIY”
artinya Aku
jadikan insan Adam dari pada tanah, dan tanah dari pada Air, Airpun dijadikan
dari pada Nur Muhammad, maka Roh dan Tubuh tersebut
bernama Nur
Muhammad.
Kepada Roh
dan Tubuh inilah segala kainah, Insya Allah kita akan melihat
kesempurnaan
Zat Wajibal Wujud, karena tubuh kita yang kasar ini tidak dapat
mengenal
Allah, sebab fana.
Yang dapat
mengenal/meresapkan Nur Muhammad SAW.
Siapa yang
dapat mengenal atau meresapkan Nur Muhammad SAW berarti ia
mengenal
atau meresapkan Tuhannya, karena itu adalah kenyataan dari Wujud
Allah yang
kita miliki, seperti penglihatan, pendengaran dan sebagainya yang
berasal dari
pada Nur.
Firman Allah
Ta’ala : “KADJA AKUM MINALLLAHINNURI”
artinya Sesuatu
apa saja yang menimpa kepada kamu adalah dari pada Allah yaitu Nur.
Firman Allah
Ta’ala Selanjutnya : “KAD JA AKUMUL KAKKUMIR RABBIKUM” artinya Sesuatu
apa saja yang masing-masing kamu adalah hak dari pada
Tuhan dari
Nur kepada Nur.
Di sinilah
sampai pelajaran segala Ilmu dari Aulia dan Ambiya asalnya mengenal Allah.
Demikian
pula pendapat Arifbillah serta kelakuannya karena ia mengenal Diri-Nya
berasal dari
kejadian Nur.
Firman Allah
Ta’ala dalam Hadist Qudsi :
“KHALA ILA
JALI WAKHALAKHUL ASY YA ILA JALIK”
artinya “Aku
jadikan kamu karena Aku, dan Aku jadikan Alam semesta karena
Engkau Ya
Muhammad.”
Rasulullah
SAW bersabda : “ANA MINALLAHI WALMU’MINUNKAMINNI
artinya “Aku
daripada Allah, dan segala Mu’min daripada Aku.”
Maka dari itu,
berpeganglah kepada Nur Muhammad, baik di waktu beribadat
maupun di
luar dari beribadat.
Syech
ABDURRAUB berkata : “Yang sebenar diri adalah Nyawa, yang sebenarnya Nyawa
adalah Nur Muhammad
atau Sifat,
yang sebenarnya Sifat adalah Zat Hayyun akan tetapi La Gairi (tidak
lain)".
Adapun
sebagian pendapat dari Alim Ulama adalah bahwa yang sebenarnya Diri
adalah Roh,
tatkala masuk pada Diri atau Tubuh bernama Nyawa, tatkala keluar
masuk
bernama Nafas, bilamana ingin sesuatu bernama Nafsu
Dan apabila
dapat memiliki sesuatu barang bernama Ikhtiar,
dapat pula
membuat sesuatu barang bernama Akal atau Ilmu.
Inilah yang
sebenarnya Diri. Karena pada diri inilah zahirnya Tuhan.
Nabi
Muhammad SAW bersabda : “ZAHIRU RABBI WAL BATHINU ABDUHU” artinya Zahir
Tuhan itu ada pada Bathin HambaNya, yakni kepada Ilmu Hakikat.
Kepada Ilmu
Hakikat inilah yang sebenarnya untuk meng-Esakan Allah.
Dengan
adanya keterangan tersebut di atas, maka kenalilah Diri agar sempurna untuk
mengenal Allah SWT.
Nabi
Muhammad SAW bersabda :
“MAN’ARA
PANAFSAHU PAKAD ‘ARA PARABBAHU”
artinya
“Siapa mengenal dirinya maka mengenal ia akan TuhanNya”.
Dan “MAN
‘ARA PANAFSAHU BIL FANA PADA’ARA PARABBAHU BILHAQA”
artinya Maka
barang siapa mengenal dirinya binasa, niscaya dikenalnya
Tuhannya
kekal.
Saudaraku..."Untuk
Lebih Jelasnya Mari Kita Simak Atas Firman Allah Ta’ala
Berikut Ini
: “KAD JA AKUMUL KAKKUMIR RABBIKUM”
artinya
Sesuatu apa saja yang masing-masing kamu adalah hak dari pada Tuhan
dari Nur
kepada Nur.
Di sinilah sampai pelajaran segala Ilmu dari Aulia dan Ambiya asalnya mengenal Allah.
Demikian
pula pendapat Arifbillah serta kelakuannya karena ia mengenal Diri-Nya
berasal dari
kejadian Nur.
Firman Allah
Ta’ala dalam Hadist Qudsi :
“KHALA ILA
JALI WAKHALAKHUL ASY YA ILA JALIK”
artinya “Aku
jadikan kamu karena Aku, dan Aku jadikan Alam semesta karena
Engkau Ya
Muhammad.”
Rasulullah
SAW bersabda : “ANA MINALLAHI WALMU’MINUNKAMINNI \
artinya “Aku
daripada Allah, dan segala Mu’min daripada Aku.”
Maka dari
itu, berpeganglah kepada Nur Muhammad, baik di waktu beribadat
maupun di
luar dari beribadat.
Saudaraku..."
Untuk Lebih Jelasnya Mari Kita Simak Berikut Ini;
Mengenal
diri ada terbagi 3 (tiga) bagian ;
Pertama ; Harus
mengetahui asal diri (seperti tersebut diatas).
Ke Dua ; Matikanlah
diri/tubuh kita yang ada ini (mati Ma’nawiyah).
Ke Tiga ; Setelah
Fana diri di dalam diri, Uludiyah Allah Ta’ala dalam Ilmu Allah Ta’ala yang
Qadim adanya.
Sebagaimana
“Allah SWT berfirman dalam Hadist Qudsi :
“ MAUTU
ANTAL KABLAL MAUTU”
artinya
Matikanlah dirimu sebelum mati kamu (mati sebenarnya).
Mematikan
diri adalah sebagai berikut :
“LAA
QADIRUN, WALA MURIDUN, WALA ‘ALIMUN, WALA HAYYUN,
WALA
SAMI’UN, WALA BASIRUN, WALA MUTAKALLIMUN.
Artinya :
- Tidak ada berkuasa ;
- Tidak ada
berkehendak ;
- Tidak ada
kita tahu ;
- Tidak ada
kita hidup ;
- Tidak
mendengar ;
- Tidak
melihat ;
- Tidak
berkata-kata.
Kesemuanya
itu hanya Allah, tetapi setelah Fananya seluruh diri/tubuh kita di dalam “UHU
DIAH ALLAH dengan Ilmu Allah yang Qadim. Dan ketahuilah Sir Allah dalam
Diri/Tubuh
kita. Jika kita tidak mengetahui, maka kita selalu bergelumang Dosa.
Nabi SAW
bersabda : “WUJUDUKA ZAMBUN LAA YUGA SIBAHU ZAMBUN”
artinya
Bermula Adam itu dosa yang amat besar, maka tiap-tiap diri/tubuh yang
berdosa
tidaklah sempurna untuk mengenal Allah, walaupun bagaimana berbaktinya
tetap tidak
sempurna untuk mengenal Allah, karena berbakti itu adalah umpama
diri/tubuh
dengan Roh
Maka dari
itu ketahuilah Sir Allah yang sebenarnya di dalam Rahasia yang ada.
Allah
berfirman dalam Hadist Qudsi : “AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRAHU”
artinya
Insan itu adalah RahasiaKu dan Akupun RahasiaNya.
Allah
berfirman dalam Hadist Qudsi : “AL INSANU SIRRI WASIARI SIFATI WASIFATI LA
GAIRI” artinya “Insan itu adalah RahasiaKu
RahasiaKu
itu adalah SifatKu, SifatKu itu tidak lain dari padaKu.
GHAUSUL
‘AZAM berkata “JISMUL INSANU WANAFSAHU WAKABLAHU WARUHUHU WABASARAHU WA ASNA
NURU WAYAZRUHU WARIJLUHU WAKULLU ZALIKA AZHIRTULAHU BINAFSIHI LINAFSI ILA HUWA
ILLA ANA GHAIRUHU”
artinya Diri
atau tubuh manusia, hatinya dan pendengarannya, penglihatannya, serta tangan
dan kakinya, kesemuanya itu adalah kenyataan bagi DiriKU, tetapi bukan ‘Ainnya
dan bukan lainnya.
Allah itu
tidak lain dari Insan, sebab kita ini adalah Hak dari pada Allah dan tidak ia
berpisah segala kelakuanNya atau Af’alNya.
Allah
berfirman : “WAFI AMPUSIKUM APALA TUBSIRUN” artinya Ada Tuhan kamu pada
diri kamu, mengapa tidakkah kamu lihat akan Aku, kata Allah, padahal Aku
terlebih hampir daripada matamu yang putih dengan yang hitamnya, terlebih
hampir lagi Aku dengan kamu.
Nabi SAW
bersabda :
“MAN NAJARA
ILA SYAI’AN WALAM YARALLAHUFIHI
FAHUWA HATIL”
artinya
Siapa yang melihat kepada sesuatu, tidak dilihatnya Allah didalamNya, maka penglihatannya
itu batal dan sia-sia belaka.
ABU BAKAR
SIDDIK R.A berkata
“MAA RA AITU
SYAI’AN ILLA WARA AITULLAH HAKABLAHU” artinya "Tidak Aku lihat
sesuatu melainkan yang aku lihat Allah Ta’ala terlebih dahulu”.
USMAN IBNU
AFFAN berkata
“MAA RA AITU
SYAI’AN ILLA WARA AIRULLAHA“
artinya
“Tidak aku lihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah sesertanya".
UMAR IBNU
KHATTAF berkata
“MAA RA AITU
SYAI’AN ILLA WARA AITULLAHA BADAHU”
artinya
Tidak aku lihat sesuatu, hanya aku lihat Allah Ta’ala kemudiannya.
ALI BIN ABI
TALIB berkata
“MAA RAITU
SYAI’AN ILLA WARA AITULLAHA FIHI”
artinya
“Tidak aku lihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah Ta’ala di dalamnya”.
Demikianlah
apa yang dikatakan oleh para sahabat Nabi tersebut di atas, maka
pelajarilah
ilmu ini kepada guru sebagaimana mestinya, sebab Allah tidak bersatu
dan tidak
bercerai/ berpisah dengan sesuatu apa juapun. Inilah jalannya untuk mengenal
Allah yang hidup kekal dan abadi yang tidak pernah
kita lupakan
setiap saat dan waktu maupun di dalam tidur.
Inilah
pelajaran yang sebenarnya untuk Ma’rifat mengenal Allah dan menghilangkan
pekerjaan dunia serta mempelajari ilmunya dengan meniadakan atau menghilangkan diri/
tubuh pada tingkah laku kita, maka tidak termasuk lagi pada huruf “HA“
Dan tidak
boleh lagi dikata atau disebut Allah. Bila mana dengan jalan pelajaran
mematikan
diri/tubuh seperti : Zat, Sifat, Asma dan Af’al yang ada pada kita.
Jika sudah
kita tidak ada (memanakan diri/tubuh) inilah yang dimaksud
menyerahkan
diri kepada Allah Ta’ala, maka bertemulah kita Ghaib di dalam Ghaib,
Ujud di
dalam Ujud, Zat di dalam Zat, Sifat di dalam Sifat, Asma di dalam Asma,
Af’al di
dalam Af’al, Sir di dalam Sir, Rahasia di dalam Rahasia dan Rasa di dalam
Rasa yang
menerima Zauk atau Widdan.
Dalil yang menunjukkan hilangnya diri kepada Allah Ta’ala sebagai berikut :
"TIZIBUL
BADANI SARAL QALBI “ artinya Hancurkan Badan jadikan Hati.
“TAZIBUL QALBI SARANRUH” artinya
Hancurkan Hati jadikan Ruh.
“TAZIBUL RUHI SARANNUR" artinya
Hancurkan Ruh jadikan Nur.
“TAZIBUNNURI SARAS SIRRI" artinya
Hancurkan Nur jadikan Rahasia.
"TAZIBUSSIRRI ILLA ANA ILLA ANA” artinya
Hancurkan Rahasia jadikan
Aku ya Aku
yang Mutlak, dan yang sebenarnya Aku itu adalah Rahasia sekalian
Makam Manusia
yang berada di dalam hati atau bathin.
Demikianlah
Untuk Kali Ini Dan Aku Rasa Bahasan Kita Sudah Cukup Semoga Saja Bermanfaat
Bagi Kita Semua. Aamiin...
Dan Juga Tak Lupa Pula Kucapkan Puji
Dan Syukur Kedat ilahi Rabby Serta Kepada Para Guru Yang Telah Sudi Mewarikan
Ilmunya Kepada Kita Semua Sehingga Kita Pun Tau Dan Kenal Siapa Sesungguhnya
Diri Kita Ini. Aamiin..." Aamiin..." Yaa Robbal’alamiin...”
Alfatihah....,~